Dongeng ini menceritakan kisah Si Luncal. Di kisahkan lah Si Luncal hidup sengsara karena ia seorang yatim piatu. Beberapa kali ia mohon kepada penjaga istana untuk menghadap Maharaja Isin yang bertahta di negeri Indra Pati, tetapi permintaannya selalu ditolak,
Suatu hari dikenakannya pakaian yang bagus menurut dia, dengan memakai topi berjambul. Sebenarnya pakaian itu sudah robek dan kotor, tetapi menurut Luncai pakaian itulah yang terbagus. Kebetulan ia diizinkan raja untuk menemuinya, dan diterimalah ia oleh raja sambil berpangkas rambut.
Ketika ditanya raja apa keperluannya, ia menjawab bahwa ia sekadar ingin bertemu dan melihat raja saja, tidak untuk apa-apa.
Tiba-tiba Luncai menangis tersedu-sedu, sehingga raja heran karenanya. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ia menjawab bahwa ia merasa sedih melihat dogol (tengkuk= kuduk) raja. Melihat dogol raja ia teringat kepada dogol almarhum ayahnya.
Mendengar itu raja sangat murka karena ia disamakan dengan almarhum ayah Luncai. Luncai ditangkap dan disuruh benamkan di sungai. Ia dimasukkan ke dalam karung, diikat, dan dibawa dengan perahu oleh pesuruh-pesuruh ke tempat pembenaman.
Dalam karung di dalam perahu itu ia mengatakan kepada para pesuruh, bahwa ia kasihan melihat para pesuruh yang letih berkayuh dan ia mau mengajarkan mantra supaya mereka tidak letih. Untuk itu ia minta supaya karung dibuka saja. Mantra yang diajarkannya ialah: "Si Luncai dengan labu-labunya, biarkan-biarkan." Ramailah para pesuruh itu menghafalkan dan mengucapkan mantra itu. (Labu = sejenis buah hutan, sebesar kelapa, kulitnya tipis tapi keras. Setelah isinya dibuang, dibuat dua lubang berdekatan untuk tempat memasang tali, dijadikan alat untuk mengambil air dari sungai.)
Suatu hari dikenakannya pakaian yang bagus menurut dia, dengan memakai topi berjambul. Sebenarnya pakaian itu sudah robek dan kotor, tetapi menurut Luncai pakaian itulah yang terbagus. Kebetulan ia diizinkan raja untuk menemuinya, dan diterimalah ia oleh raja sambil berpangkas rambut.
Ketika ditanya raja apa keperluannya, ia menjawab bahwa ia sekadar ingin bertemu dan melihat raja saja, tidak untuk apa-apa.
Tiba-tiba Luncai menangis tersedu-sedu, sehingga raja heran karenanya. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ia menjawab bahwa ia merasa sedih melihat dogol (tengkuk= kuduk) raja. Melihat dogol raja ia teringat kepada dogol almarhum ayahnya.
Mendengar itu raja sangat murka karena ia disamakan dengan almarhum ayah Luncai. Luncai ditangkap dan disuruh benamkan di sungai. Ia dimasukkan ke dalam karung, diikat, dan dibawa dengan perahu oleh pesuruh-pesuruh ke tempat pembenaman.
Dalam karung di dalam perahu itu ia mengatakan kepada para pesuruh, bahwa ia kasihan melihat para pesuruh yang letih berkayuh dan ia mau mengajarkan mantra supaya mereka tidak letih. Untuk itu ia minta supaya karung dibuka saja. Mantra yang diajarkannya ialah: "Si Luncai dengan labu-labunya, biarkan-biarkan." Ramailah para pesuruh itu menghafalkan dan mengucapkan mantra itu. (Labu = sejenis buah hutan, sebesar kelapa, kulitnya tipis tapi keras. Setelah isinya dibuang, dibuat dua lubang berdekatan untuk tempat memasang tali, dijadikan alat untuk mengambil air dari sungai.)
Sekedar informasi Dongeng Lucu ini Dikumpulkan dari berbagai sumber tapi sebenarnya klipingkita agak kesulitan untuk menemukan siapa yang membuat, menulis kembali / menceritakan kisah dongen ini jadi bisa di bilang (anonim). Oh ya, Setelah membaca Dongeng Lucu .Sobat kliping juga nantinya bisa melihat Kata Kata Jatuh Cinta yang kliping kita pernah publish sebelumnya. Lihat juga Cerpen Untuk Ibu - Hari Ibu . Oke deh.. Selamat melanjutkan membaca ^_^
Kemudian Luncai betul-betul terjun dengan labu-labu yang ada di perahu dan berenang ke tepi sungai. Barulah pesuruh-pesuruh itu sadar setelah Luncai hampir sampai ke seberang. Cepat-cepat mereka mengejar Luncai, menangkap, dan memasukkannya ke dalam karung kembali.
Dalam keadaan berkayuh ke hilir tiba-tiba mereka mendengar rusa melengking. Berkata Si Luncai kepada para pesuruh bahwa rusa itu kena jerat yang dipasangnya di hutan. Sayang sekali ia dikurung dalam karung kalau tidak tentu ia dapat mengambil rusa kena jerat itu. Mendengar kata-kata Si Luncai, para pesuruh akhirnya melabuhkan perahunya dan semua pergi ke tempat rusa melengking itu. Tinggallah si Luncai di perahu terikat dalam karung, sambil meratap: "Tidak mau, tidak mau. Saya tidak mau dinikahkan dengan putri raja."
Tiba-tiba lewat di situ perahu seorang keling. Mendengar si Luncai berteriak tidak mau dinikahkan dengan putri raja, orang keling itu tertarik dan mau menggantikan si Luncai dalam karung, agar ia dapat dikawinkan dengan putri raja. Luncai pergi menyelamatkan diri, setelah mengikat orang keling itu dalam karung.
Setelah para pesuruh kecewa tidak dapat menemukan dan mendapatkan rusa, mereka kembali ke perahu, marah kepada Luncai dalam karung dan menendangnya berulang-ulang. Mendengar suara orang kesakitan dalam karung yang telah berubah dari suara Luncai, para pesuruh makin marah karena menganggap suara si Luncai yang dibuat-buat. Akhirnya orang keling itulah yang dihukum, dibenamkan ke dasar sungai dengan mengikatkan karung itu pada karung batu pemberat.
Suatu hari si Luncai berpakaian jubah. Di hadapan raja dikatakannya bahwa ia adalah si Luncai akhirat. Ia sesungguhnya telah meninggal dunia karena telah dibenamkan di sungai. Raja, perdana menteri, para pegawai, penjaga, dan pengawal istana ketakutan, karena mereka semua tahu bahwa Luncai telah dibunuh. Karena itu pula mereka semua menurut apa yang diperintahkan si Luncai.
Dikatakannya bahwa ia telah berjumpa dengan arwah nenek moyang raja, perdana menteri, dan pemuka istana. Diajarkannya kepada mereka cara melihat dan berjumpa dengan arwah nenek moyang, yaitu dengan jalan berdiri di tanah lapang, menghadap ke atas dan mata tertutup dengan kain hitam tipis. Semua pemuka itu menurut apa yang dilakukan raja. Berjam-jam lamanya mereka berdiri tak ada apa-apa yang dapat mereka lihat. Kemudian berkatalah Luncai, bahwa bila tidak melihat apa-apa, apalagi tidak melihat arwah nenek moyang, itu berarti orang yang hidupnya banyak dosa. Mendengar kata-kata Luncai demikian, kemudian ramailah mereka mengatakan bahwa mereka telah dapat melihat nenek moyang mereka, bahkan mereka mencoba untuk tetap berdiri lebih lama, walaupun dalam hati mereka bertanya-tanya benarkah mereka banyak dosa.
Berkatalah Luncai kepada raja, bahwa atas permintaan nenek moyang raja, agar dosa mereka terampuni, supaya raja dan rakyatnya mengadakan selamatan di sebuah gua (yang telah diketahui Luncai tempatnya, ketika ia dalam persembunyian).
Suatu hari diadakanlah upacara selamatan dan semua pembesar bersama rakyat menuju gua yang dimaksudkan si Luncai. Yang boleh masuk gua hanyalah Luncai bersama raja saja. Disuruhlah raja pergi ke sebuah sudut gua yang dihuni oleh ular-ular berbisa.
Setelah raja terbunuh gigitan ular berbisa, bersuaralah Luncai menirukan suara raja dengan mengatakan bahwa raja telah berjumpa dengan nenek moyang, dan tidak akan
kembali ke dunia lagi. Dengan demikian raja memerintahkan agar putrinya (putri raja) dinikahkan dengan Luncai dan tahta kerajaan sepenuhya diserahkan kepada Luncai.
Keluarlah Luncai dari dalam gua, disambut oleh para pembesar istana, dinaikkan ke kereta raja, dibawa pulang ke istana, dinikahkan dengan putri tunggal raja dan sejak saat itu dinobatkan menjadi raja, sesuai dengan kata-kata yang diucapkan dari dalam gua.
Namun lama-kelamaan rahasia perbuatan Luncai terungkap juga oleh istrinya. Istrinya merasa telah tertipu dan timbullah rasa dendam kepada si Luncai, terutama tentang kematian ayahnya yang sangat menyedihkan hatinya. Akhirnya si Luncai binasa oleh istrinya sendiri.***
Yang Mungkin Menarik Untuk Sobat Klipingkita Baca :