KISAH asmara kami bermula sebagai cinta pada pandangan pertama. Berawal dari pertemuan biasa dalam sebuah acara, dan berlanjut menjadi bunga-bunga cinta. Kami menemukan kecocokan dalam menjalin hubungan dan sepakat untuk menjalin sesuatu yang lebih serius.
Sekali pun dia sangat protektif dan posesif, aku maklumi karena aku merasa itulah cara dia mencintai dan menyayangiku. Kami menjalani hari penuh cinta, tiada satu hari libur pun yang lewat tanpa kami habiskan bersama.
Sayangnya, masa-masa indah kami sebagai sepasang kekasih diwarnai persoalan. Ibuku sedikit tidak setuju karena dia begitu protektif, tapi keluargaku menyerahkan semua keputusan di pundakku. Di mataku, dia seorang yang sangat bertanggung jawab dan bijaksana.
Suatu hari, aku dan dia pergi bersama keluarga besarku. Kebetulan hari itu adalah peringatan ulang tahun perkawinan orangtuaku. Kami pergi seharian dan keluarga besarku bisa menerima kehadirannya. Tapi, mimpi buruk itu datang tiga hari kemudian.
Sambil menangis, dia menceritakan bahwa ibu dan keluarga besarnya tidak merestui hubungan kami, hanya karena aku perempuan Sunda. Dia merasa sangat tertekan. Aku pun tak ingin berpisah begitu saja, apalagi dengan menimbang rasa yang telah bersemi di antara kami.
Saat itu, kami sedang sama-sama mempersiapkan tugas akhir. Dia akan menjadi sarjana dan aku meraih gelar diplomaku. Hampir saja kami berdua gila, dia dan aku hampir bunuh diri (naudzubillah, semoga Allah mengampuni kami).
Akhirnya, dia memilih untuk meninggalkanku. Perpisahan yang terjadi sangat menyakitkan. Tapi, aku percaya bahwa kami masih saling mencintai. Hingga kini, nyaris dua tahun berselang, aku dan dia masih saling mencintai dalam diam.
Tapi, dia tetap tidak ingin memperjuangkanku dalam keluarganya. Alasannya sederhana, dia takut kami akan menjauh dari keluarga masing-masing dan justru menjadi petaka buat keluarga kami kelak. Akhirnya, aku hanya bisa berserah pada-Nya.
Sebagai muslim, sepengetahuanku agama kami tidak memandang suku dan lainnya. Tapi, mungkin cara pandang keluarga kami berbeda. Aku masih amat mencintainya, begitu pula sebaliknya. Tapi aku sadar, aku harus bangkit dan meraih cita dan cintaku sendiri.
Sekuat tenaga aku bangkit dan tertatih dalam kehampaan. Egoismenya menyakiti hatiku. Aku tahu dia juga terluka, dan aku selalu yakin ada hikmah di balik semuanya.
Kini, aku hanya bisa mendoakan kebahagiannya. Semoga dia menemukan wanita solehah yang bisa menemaninya sepanjang usianya, seperti aku yang telah menemukan imamku yang insya Allah akan membimbingku menuju keindahan cinta.
sumber: Aulia, mediaindonesia.com
Nah kurang lebih seperti itulah referensi, artikel, review seputar Haruskah Perbedaan Suku Memisahkan Kami. Jika informasi seputar Haruskah Perbedaan Suku Memisahkan Kami ini bermanfaat bagi kalian semua, jangan sungkan berbagi dengan teman teman kalian di Facebook, Twitter dan google plus. Admin Kliping Kita